Tujuan Pembangunan Ke Dua: Pendidikan Berkualitas yang Merata

DadangSolihin 9 views 22 slides Oct 29, 2025
Slide 1
Slide 1 of 22
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22

About This Presentation

Berlandaskan amanat RPJPN 2025–2045, pendidikan ditempatkan sebagai kunci strategis dalam membangun bangsa menuju Indonesia Emas. Pendidikan tidak lagi semata-mata dimaknai sebagai proses transfer pengetahuan, melainkan sebagai investasi jangka panjang yang menentukan kualitas manusia, daya saing ...


Slide Content

1

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series

Tujuan Pembangunan Ke Dua:
Pendidikan Berkualitas yang Merata
oleh
Dr. Dadang Solihin, SE, MA
Taprof Bidang Sosial Budaya Lemhannas RI
Tulisan 3 dari 19

Pendahuluan
RPJPN 2025–2045 menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci untuk memastikan kelanjutan
visi besar Indonesia Emas 2045. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 ini secara eksplisit
menyebut pendidikan sebagai pilar transformasi sosial yang akan menentukan kualitas
sumber daya manusia, daya saing bangsa, dan ketahanan nasional. Pendidikan tidak hanya
dipahami sebagai transfer pengetahuan, tetapi sebagai instrumen strategis untuk membentuk
manusia Indonesia yang unggul, berkarakter, dan mampu menjawab tantangan global.
Indikator yang ditetapkan menunjukkan ambisi besar bangsa (Tabel 8). Peningkatan rata-rata
skor PISA dari 396 untuk membaca, 404 untuk matematika, dan 416 untuk sains pada tahun
2025 menjadi masing-masing 485, 490, dan 487 pada 2045 adalah target monumental.
Capaian ini bukan sekadar ukuran akademis, melainkan simbol kemampuan bangsa
menghasilkan generasi yang kritis, analitis, dan berdaya saing global. Lemhannas RI
menekankan bahwa kecakapan membaca dan sains adalah senjata utama menghadapi arus
disinformasi, disrupsi teknologi, dan perubahan lanskap pekerjaan dunia.

2

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series

Tabel 8
Pendidikan Berkualitas yang Merata
No. Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
5. Hasil Pembelajaran
a) Rata-rata nilai PISA
a-i Membaca 396 485
a-ii Matematika 404 490
a-iii Sains 416 487
b) Rata-rata nilai asesmen nasional
b-i Literasi Membaca 62,89 75,73
b-ii Numerasi 54,36 68,72
c) Rata-rata lama sekolah penduduk usia di atas 15 tahun
(tahun)
9,33 12,0
d) Harapan Lama Sekolah 13,32 14,81
6. Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Tinggi (%) 33,94 60,00
7. Persentase pekerja lulusan pendidikan menengah dan tinggi
yang bekerja di bidang keahlian menengah tinggi (%)
66,78 75,00
Sumber: RPJPN 2025–2045

Asesmen nasional juga ditekankan sebagai tolok ukur kualitas literasi membaca dan numerasi.
Target peningkatan nilai literasi membaca dari 62,89 menjadi 75,73 dan numerasi dari 54,36
menjadi 68,72 menunjukkan tekad negara memperkuat fondasi pendidikan dasar. Literasi
adalah tameng melawan radikalisme dan propaganda, sementara numerasi adalah kunci
menguasai era digital dan ekonomi berbasis data. Dalam perspektif kebangsaan, literasi dan
numerasi adalah instrumen bela negara non-militer yang memperkuat kohesi sosial dan
kedaulatan bangsa.
RPJPN juga menargetkan peningkatan rata-rata lama sekolah dari 9,33 tahun menjadi 12 tahun
dan harapan lama sekolah dari 13,32 menjadi 14,81 tahun pada 2045. Angka ini adalah simbol
kesetaraan, menunjukkan bahwa setiap anak bangsa berhak mendapat akses pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat (life long learning) menjadi fondasi agar rakyat
tetap relevan di tengah disrupsi teknologi dan perubahan dunia kerja. Lemhannas RI melihat
pendidikan sepanjang hayat sebagai strategi kebangsaan untuk mencetak pemimpin yang
tidak hanya cerdas, tetapi juga adaptif, inovatif, dan visioner.
Lebih jauh, peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi dari 33,94 persen
pada 2025 menjadi 60 persen pada 2045 adalah langkah besar untuk memastikan universitas
menjadi pusat keunggulan yang inklusif. Perguruan tinggi dipandang sebagai kawah
candradimuka untuk melahirkan pemimpin nasional yang berwawasan global. Namun, yang
lebih penting adalah memastikan pemerataan kualitas pendidikan tinggi di seluruh Indonesia,
dari kota besar hingga pelosok. Lemhannas RI menegaskan bahwa pendidikan tinggi harus

3

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
mengintegrasikan nilai kebangsaan, agar setiap lulusan tidak hanya unggul dalam keilmuan,
tetapi juga tangguh dalam menjaga persatuan dan keutuhan NKRI.
Indikator lain yang krusial adalah peningkatan persentase pekerja lulusan pendidikan
menengah dan tinggi yang bekerja di bidang keahlian menengah–tinggi, dari 66,78 persen
menjadi 75 persen. Hal ini adalah ukuran relevansi pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan nasional. Pendidikan yang tidak sinkron dengan dunia kerja hanya akan
melahirkan pengangguran terdidik, yang pada gilirannya melemahkan stabilitas sosial. Oleh
karena itu, link and match antara kurikulum dengan kebutuhan industri, teknologi, dan
masyarakat adalah keniscayaan. Dalam konteks ketahanan nasional, kesesuaian ini menjadi
instrumen untuk memperkuat kemandirian ekonomi, menekan ketergantungan pada tenaga
kerja asing, serta meningkatkan daya saing bangsa.
Pendidikan berkualitas yang merata juga harus berwawasan inklusif. UU No. 59 Tahun 2024
menekankan perlunya pendidikan yang adaptif, inklusif, serta berbasis prinsip pendidikan
sepanjang hayat. Ini berarti kelompok rentan, termasuk anak-anak dari daerah tertinggal,
penyandang disabilitas, dan masyarakat adat, harus mendapat akses yang setara. Lemhannas
RI memandang bahwa inklusi pendidikan adalah bagian dari keadilan sosial dan perekat
persatuan nasional. Pendidikan inklusif menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, solid,
dan berdaya saing, sekaligus mencegah lahirnya polarisasi sosial.
Transformasi pendidikan ini tidak mungkin terwujud tanpa kepemimpinan visioner.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang hasilnya baru akan terlihat puluhan tahun
mendatang. Oleh karena itu, keberanian dalam merancang kebijakan yang transformatif,
mulai dari penguatan kurikulum adaptif, peningkatan kualitas guru, digitalisasi pembelajaran,
hingga perlindungan terhadap nilai-nilai kebangsaan dalam pendidikan, menjadi syarat
mutlak. Lemhannas RI, melalui pendidikan kepemimpinan strategis, memastikan para calon
pemimpin bangsa memahami bahwa pendidikan adalah bagian dari ketahanan nasional,
bukan sekadar sektor pembangunan.
Di era geopolitik yang penuh kompetisi, pendidikan menjadi arena pertarungan soft power.
Negara yang unggul dalam pendidikan akan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan
inovasi, yang pada akhirnya memperkuat posisi tawar global. Dengan pendidikan berkualitas,
Indonesia dapat tampil sebagai negara yang bukan hanya konsumen, tetapi juga produsen
pengetahuan. Inilah yang menjadikan pendidikan bukan hanya instrumen domestik,
melainkan juga instrumen diplomasi.
Dengan demikian, pendahuluan bab ini menegaskan bahwa pendidikan berkualitas yang
merata adalah agenda multidimensi: membangun manusia unggul, memperkuat ketahanan
nasional, memperkecil kesenjangan, serta memperluas pengaruh Indonesia di dunia. Semua
indikator yang ditetapkan dalam RPJPN 2025–2045 adalah tolok ukur tekad bangsa untuk
memastikan bahwa pendidikan menjadi jalan menuju keadilan sosial, kemandirian, dan
kejayaan nasional. Lemhannas RI memastikan bahwa pendidikan selalu ditempatkan dalam
kerangka Astagatra, menyatukan gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan,
keamanan, geografi, demografi, dan kekayaan alam, agar bangsa ini memiliki ketangguhan
paripurna.
Perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 adalah perjalanan heroik. Setiap peningkatan skor
PISA, setiap tambahan tahun sekolah, setiap mahasiswa yang lulus dan terserap ke dunia kerja
adalah bagian dari perjuangan kebangsaan. Pendidikan berkualitas yang merata adalah
investasi peradaban, simbol bahwa bangsa Indonesia siap menatap masa depan dengan

4

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
kepala tegak. Dengan visi kebangsaan yang kokoh, pendidikan akan menjadi cahaya yang
menuntun bangsa melewati segala tantangan, mengantar Indonesia berdiri sejajar dengan
bangsa maju, adil, makmur, dan berkelanjutan pada satu abad kemerdekaannya.

2.1 Peningkatan Hasil Pembelajaran sebagai Fondasi SDM Unggul
Peningkatan hasil pembelajaran adalah fondasi utama dalam membangun sumber daya
manusia unggul yang menjadi kunci bagi keberhasilan Indonesia menuju Visi Indonesia Emas
2045. Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045 telah menegaskan
bahwa transformasi sosial harus berlandaskan pada kualitas pendidikan yang merata dan
berdaya saing global. Dalam kerangka tersebut, capaian nilai PISA Indonesia menjadi indikator
strategis yang menentukan arah ketahanan bangsa, sebab pendidikan bukan hanya sekadar
transfer pengetahuan, melainkan juga instrumen pembentukan peradaban, penguatan
karakter kebangsaan, dan pencetak generasi pemimpin masa depan. Target peningkatan rata-
rata nilai PISA hingga setara standar OECD, yaitu 485–490 pada aspek membaca, matematika,
dan sains, merepresentasikan tekad bangsa untuk menembus batas keterbelakangan dan
berdiri sejajar dengan negara-negara maju.
Namun, capaian indikator akademik tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya kolektif lintas
sektor. Lemhannas RI sebagai kawah candradimuka kepemimpinan nasional memandang
pendidikan bukan hanya domain kementerian teknis, tetapi sebagai isu strategis ketahanan
nasional. Hasil pembelajaran yang rendah akan melahirkan generasi yang lemah dalam daya
saing global, rapuh dalam menghadapi krisis, dan terbatas dalam inovasi. Sebaliknya,
peningkatan kualitas hasil pembelajaran akan membentuk generasi emas yang mampu
menjawab megatren global—mulai dari revolusi teknologi, persaingan sumber daya, hingga
krisis iklim—dengan kecerdasan, kebijaksanaan, dan keberanian.
Pendidikan yang berorientasi pada hasil pembelajaran unggul berarti memastikan setiap anak
bangsa memperoleh kesempatan yang adil untuk berkembang. Dalam RPJPN, hal ini
diwujudkan melalui kebijakan pemerataan kualitas guru, penguatan literasi dasar,
pemanfaatan teknologi digital dalam proses belajar, serta penciptaan budaya riset sejak dini.
Lemhannas RI menegaskan bahwa pendidikan tidak boleh berhenti pada penguasaan
pengetahuan semata, tetapi harus diarahkan untuk membangun daya kritis, kreativitas,
kepemimpinan, serta komitmen kebangsaan. Itulah sebabnya Lemhannas mendorong
integrasi antara visi pendidikan dengan agenda ketahanan nasional, karena bangsa yang maju
bukan hanya ditentukan oleh angka ekonomi, melainkan oleh kualitas intelektual dan moral
warganya.
PISA bukan sekadar tes internasional, melainkan cermin kapasitas bangsa dalam menyiapkan
generasi unggul. Jika target peningkatan nilai PISA tercapai, maka hal itu mencerminkan
keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan transformasi sosial sebagaimana dicanangkan
dalam misi pembangunan nasional. Tetapi lebih jauh lagi, peningkatan PISA akan
memperlihatkan bahwa bangsa ini telah menanamkan nilai kebangsaan dalam setiap ruang
belajar: keberanian untuk bermimpi besar, disiplin untuk bekerja keras, serta kebijaksanaan
untuk menjunjung persatuan di atas segala perbedaan. Lemhannas RI menekankan
pentingnya kepemimpinan dalam pendidikan, di mana setiap guru, kepala sekolah, hingga
pembuat kebijakan, adalah pemimpin yang harus memandu anak-anak Indonesia menuju
masa depan yang cerah.

5

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Kesadaran akan pentingnya hasil pembelajaran sebagai fondasi ketahanan bangsa juga
menuntut adanya literasi digital yang kuat. Di era global yang sarat dengan disrupsi informasi,
literasi digital tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran, tetapi juga
melindungi generasi muda dari arus radikalisme, hoaks, dan penetrasi budaya yang
melemahkan jati diri bangsa. Oleh karena itu, Lemhannas mendorong agar penguatan literasi
digital menjadi bagian integral dari kurikulum kebangsaan, sehingga generasi penerus tidak
hanya cakap dalam teknologi, tetapi juga bijak dalam menggunakannya untuk kepentingan
bangsa.
Selain itu, budaya riset perlu ditanamkan sejak dini untuk membangun karakter bangsa yang
haus ilmu, inovatif, dan berorientasi solusi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu
melahirkan temuan baru, teknologi unggul, dan gagasan segar yang menjawab tantangan
zaman. Lemhannas RI menggarisbawahi bahwa riset bukan hanya domain perguruan tinggi
atau lembaga penelitian, melainkan harus menjadi kebiasaan dalam seluruh ekosistem
pendidikan. Melalui riset, generasi muda belajar untuk berpikir kritis, berargumentasi dengan
data, serta mengambil keputusan berbasis pengetahuan. Hal ini sejalan dengan visi RPJPN
2025–2045 yang menekankan pentingnya iptek, inovasi, dan produktivitas ekonomi sebagai
arah tujuan pembangunan nasional.
Namun, semua upaya tersebut tidak akan bermakna tanpa kepemimpinan yang konsisten.
Lemhannas RI menempatkan dirinya sebagai pengawal arah kebijakan strategis agar
pendidikan selalu berjalan selaras dengan tujuan kebangsaan. Kepemimpinan nasional yang
ditempa di Lemhannas menekankan nilai-nilai Pancasila, wawasan nusantara, serta ketahanan
nasional sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang tidak tercerabut dari
akar budaya bangsa. Dalam hal ini, peningkatan hasil pembelajaran dilihat bukan hanya
sebagai pencapaian teknis, melainkan sebagai simbol keteguhan bangsa dalam menjaga
martabatnya di tengah kompetisi global.
Dengan demikian, peningkatan hasil pembelajaran adalah investasi jangka panjang yang akan
menentukan masa depan bangsa. Setiap angka yang naik dalam PISA bukan sekadar skor,
tetapi representasi dari anak-anak Indonesia yang semakin cerdas, semakin tangguh, dan
semakin siap menjadi pemimpin dunia. Visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi
kenyataan jika generasi mudanya dilengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai
kebangsaan yang kokoh. Lemhannas RI memastikan bahwa jalan menuju ke sana selalu dijaga,
dipandu, dan diperkuat dengan kepemimpinan strategis.
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menjadikan
pendidikan sebagai senjata utama. Jepang bangkit setelah Perang Dunia II dengan
mengandalkan pendidikan. Korea Selatan bertransformasi dari negara miskin menjadi negara
maju dengan menekankan riset dan teknologi. Indonesia pun memiliki peluang yang sama,
dengan catatan kita berani menaruh pendidikan sebagai prioritas tertinggi pembangunan.
RPJPN 2025–2045 telah memberikan arah, dan Lemhannas RI akan memastikan arah itu
berjalan sesuai dengan kompas kebangsaan.
Proses panjang peningkatan hasil pembelajaran ini adalah jihad intelektual yang memerlukan
kerja keras, kolaborasi, dan pengorbanan. Setiap guru di pelosok negeri, setiap murid yang
tekun belajar, setiap pemimpin yang membuat kebijakan berlandaskan kepentingan bangsa,
semuanya adalah pejuang dalam medan juang tanpa senjata. Inilah bentuk heroisme baru di
abad ke-21, di mana keberanian bukan lagi ditentukan oleh senjata, melainkan oleh ketekunan
membangun kualitas manusia.

6

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Dengan semangat kebangsaan, prolog ini menegaskan bahwa peningkatan hasil pembelajaran
adalah jalan menuju kemerdekaan sejati—kemerdekaan dari kebodohan, kemerdekaan dari
ketertinggalan, dan kemerdekaan dari ketergantungan. Di tangan generasi emas yang unggul
inilah, Indonesia akan berdiri tegak sebagai bangsa yang disegani dunia, bangsa yang mampu
melindungi segenap tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Sebagai penguat narasi akademik, berikut tabel yang merangkum target peningkatan hasil
pembelajaran sebagai fondasi SDM unggul dalam RPJPN 2025–2045:
Tabel 9
Peningkatan Hasil Pembelajaran sebagai Fondasi SDM Unggul
No Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Rata-rata nilai PISA Membaca 396 485
2. Rata-rata nilai PISA Matematika 404 490
3. Rata-rata nilai PISA Sains 416 487
4. Rata-rata nilai Asesmen Nasional Literasi Membaca 62,89 75,73
5. Rata-rata nilai Asesmen Nasional Numerasi 54,00 66,67
6. Proporsi Lulusan SMA sederajat melanjutkan ke Perguruan
Tinggi (%)
39,00 61,00
Sumber: RPJPN 2025–2045

Dengan fondasi ini, bangsa Indonesia memiliki peluang nyata untuk mewujudkan cita-cita
luhur dalam UUD 1945: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut serta dalam
perdamaian dunia. Lemhannas RI, dengan mandat sejarahnya, memastikan bahwa pendidikan
sebagai pilar ketahanan bangsa senantiasa menjadi prioritas utama demi kejayaan Indonesia
Emas 2045.

2.2 Literasi dan Numerasi sebagai Kapasitas Dasar Bangsa
Literasi dan numerasi adalah fondasi dasar bagi setiap bangsa untuk menapaki jalan menuju
kemajuan dan kemandirian. Tanpa keduanya, pembangunan akan kehilangan arah dan
generasi mendatang akan rapuh menghadapi derasnya arus perubahan zaman. Undang-
Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045 menegaskan pentingnya
transformasi sosial sebagai misi pembangunan, di mana peningkatan literasi dan numerasi
menjadi salah satu prasyarat utama. Target kenaikan nilai asesmen nasional literasi membaca
dari 62,89 pada tahun 2025 menjadi 75,73 pada tahun 2045, serta numerasi dari 54,36
menjadi 68,72, adalah tonggak yang harus dicapai untuk memastikan bangsa ini mampu
mengelola tantangan era digital dan mengubahnya menjadi peluang.
Lemhannas RI menegaskan bahwa literasi dan numerasi bukan sekadar capaian akademik di
sekolah, tetapi juga indikator kapasitas dasar bangsa. Keduanya adalah modal utama untuk
melahirkan sumber daya manusia unggul yang mampu berpikir kritis, memecahkan masalah,
dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Literasi membaca melatih kemampuan

7

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
menafsirkan informasi, memahami pesan, dan membangun narasi kebangsaan yang kokoh.
Sementara numerasi melatih daya logika, kecermatan analisis, serta keterampilan mengambil
keputusan berbasis data. Apabila kedua keterampilan dasar ini kuat, maka bangsa Indonesia
tidak hanya cakap di ruang kelas, melainkan juga tangguh dalam menghadapi krisis global.
Di era disrupsi digital, informasi beredar dengan cepat, bahkan sering kali menyesatkan. Tanpa
literasi yang baik, masyarakat akan mudah terjebak dalam hoaks, provokasi, dan narasi radikal
yang merongrong persatuan bangsa. Lemhannas RI melihat penguatan literasi sebagai
benteng ideologis dan strategis untuk menjaga ketahanan nasional. Literasi tidak hanya
berhenti pada membaca teks, melainkan mencakup literasi digital, literasi finansial, literasi
sains, dan literasi kebangsaan. Semua ini diperlukan agar warga negara mampu memilah
informasi, memanfaatkan teknologi dengan bijak, serta tetap berpegang teguh pada nilai-nilai
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Begitu pula dengan numerasi, yang tidak sekadar berhitung, tetapi melatih pola pikir analitis
yang menjadi dasar pengambilan keputusan rasional. Dalam pembangunan ekonomi,
keterampilan numerasi yang kuat menentukan produktivitas tenaga kerja, kemampuan
wirausaha, hingga kualitas pengelolaan keuangan negara. Lemhannas RI menggarisbawahi
bahwa peningkatan numerasi akan memperkuat daya saing bangsa dalam menghadapi
persaingan global. Setiap pekerja, pengusaha, maupun pemimpin yang memiliki keterampilan
numerik yang baik akan mampu membaca peluang, menghitung risiko, serta merancang
strategi dengan presisi.
Pendekatan Astagatra yang menjadi kerangka konseptual Lemhannas RI menempatkan literasi
dan numerasi sebagai bagian integral dari pembangunan menyeluruh bangsa. Dalam
trigatra—geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam—literasi dan numerasi
memperkuat pengelolaan modal dasar bangsa. Sementara dalam pancagatra—ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan—literasi dan numerasi
menjadi instrumen penting untuk memperkuat sistem ketatanegaraan, menumbuhkan
demokrasi yang sehat, serta menciptakan masyarakat yang cerdas dan produktif. Dengan
demikian, peningkatan literasi dan numerasi tidak hanya mendukung pendidikan, tetapi juga
berdampak pada stabilitas politik, kemandirian ekonomi, serta ketahanan budaya bangsa.
Lemhannas RI mendorong agar kebijakan peningkatan literasi dan numerasi dijalankan
melalui pendekatan lintas sektor. Dunia pendidikan harus menyiapkan kurikulum yang
kontekstual dan berorientasi pada pemecahan masalah nyata. Dunia usaha harus terlibat
dalam menciptakan ekosistem yang menghargai keterampilan literasi dan numerasi sebagai
syarat produktivitas. Dunia teknologi harus menyediakan akses yang adil terhadap perangkat
digital untuk memperkuat kompetensi dasar masyarakat. Dan dunia budaya harus menjaga
agar literasi tidak terlepas dari nilai kebangsaan, sehingga setiap bacaan dan perhitungan yang
dilakukan generasi muda tetap mengakar pada jati diri bangsa.
Peningkatan literasi dan numerasi adalah perjuangan kebangsaan yang membutuhkan
kepemimpinan strategis. Lemhannas RI sebagai lembaga pendidikan dan pengkajian strategis
nasional menegaskan bahwa setiap pemimpin harus memahami pentingnya keterampilan
dasar ini dalam kerangka besar ketahanan nasional. Tanpa literasi dan numerasi yang kuat,
pembangunan akan mudah goyah. Tetapi dengan literasi dan numerasi yang kokoh, bangsa ini
akan memiliki ketangguhan menghadapi badai global, mulai dari perang informasi, resesi
ekonomi, hingga perubahan iklim.

8

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Maka, target kenaikan nilai asesmen nasional bukanlah sekadar angka, melainkan amanat
sejarah. Angka-angka itu mewakili jutaan anak bangsa yang harus tumbuh menjadi generasi
emas: cerdas, tangguh, berkarakter, dan berdaya saing global. Ketika literasi membaca dan
numerasi meningkat, maka akan lahir masyarakat yang lebih kritis terhadap informasi, lebih
bijak dalam pengambilan keputusan, dan lebih produktif dalam dunia kerja. Inilah syarat
mutlak untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 sebagaimana dicita-citakan dalam
RPJPN.
Untuk mempertegas arah kebijakan, berikut tabel capaian indikator literasi dan numerasi
sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2025–2045:
Tabel 10
Literasi dan Numerasi sebagai Kapasitas Dasar Bangsa
No. Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Literasi Membaca (Asesmen Nasional) 62,89 75,73
2. Numerasi (Asesmen Nasional) 54,36 68,72
3. Persentase Peserta Didik dengan Kompetensi Minimum
Literasi
65% 90%
4. Persentase Peserta Didik dengan Kompetensi Minimum
Numerasi
63% 88%
5. Rasio Guru Bersertifikat terhadap Total Guru 82% 100%
6. Angka Partisipasi Murni Pendidikan Menengah (%) 80% 95%
Sumber: RPJPN 2025–2045, diolah

Tabel ini memperlihatkan bahwa literasi dan numerasi tidak berdiri sendiri, tetapi terkait
dengan mutu guru, partisipasi pendidikan, serta kesiapan sistem pembelajaran. Lemhannas
RI menegaskan bahwa pencapaian sasaran ini adalah bagian dari strategi ketahanan nasional,
sebab bangsa yang unggul adalah bangsa yang cerdas, mampu menafsirkan realitas, serta
cakap dalam mengelola masa depannya.
Oleh karena itu, perjuangan literasi dan numerasi harus dilihat sebagai medan juang baru
bangsa Indonesia. Para guru, murid, orang tua, pembuat kebijakan, dan seluruh elemen
masyarakat adalah pejuang dalam arena ini. Mereka tidak mengangkat senjata, tetapi pena,
buku, angka, dan data. Mereka tidak berperang melawan penjajah, tetapi melawan
kebodohan, keterbelakangan, dan manipulasi informasi. Inilah bentuk heroisme abad ke-21
yang harus kita junjung bersama.
Dengan tekad, kepemimpinan, dan persatuan, bangsa Indonesia dapat mencapai target
literasi dan numerasi sebagaimana ditetapkan dalam RPJPN. Ketika generasi muda menguasai
keterampilan membaca dan berhitung dengan baik, mereka akan lebih siap menghadapi era
digital, lebih tahan terhadap propaganda, serta lebih mampu menciptakan inovasi. Dengan
demikian, literasi dan numerasi yang kuat bukan hanya kapasitas dasar, melainkan pilar
strategis yang akan mengantarkan Indonesia menuju kejayaan dalam seratus tahun
kemerdekaannya.

9

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Literasi dan numerasi sebagai kapasitas dasar bangsa tidak dapat dipandang semata dari
perspektif internal Indonesia, melainkan juga harus ditempatkan dalam kerangka
perbandingan global. Negara-negara anggota OECD telah lama menunjukkan bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial berakar kuat pada pencapaian literasi dan
numerasi warganya. Hasil tes PISA di negara-negara seperti Finlandia, Jepang, Korea Selatan,
dan Kanada menjadi bukti konkret bahwa kualitas pendidikan dasar yang unggul berbanding
lurus dengan daya saing ekonomi, inovasi teknologi, serta stabilitas sosial politik mereka. Skor
PISA di negara-negara tersebut secara konsisten berada di atas angka 500, jauh melampaui
target Indonesia pada 2045 yang masih berjuang mencapai kisaran 485–490.
Perbandingan ini menunjukkan kesenjangan, tetapi sekaligus memberikan inspirasi. Finlandia,
misalnya, menempatkan pendidikan sebagai prioritas mutlak dengan menekankan pada
pembelajaran yang humanis, inklusif, dan berorientasi pada pemahaman mendalam, bukan
sekadar hafalan. Jepang mengintegrasikan budaya disiplin dan etos kerja tinggi dalam proses
pendidikan, sehingga literasi dan numerasi tidak hanya menjadi keterampilan akademik,
tetapi juga karakter sosial. Korea Selatan berhasil mengakselerasi kualitas pendidikan dalam
waktu singkat melalui kebijakan besar-besaran dalam reformasi sekolah, pelatihan guru, dan
pemanfaatan teknologi. Kanada, dengan pluralitas budayanya, membuktikan bahwa literasi
yang kuat adalah kunci untuk memelihara harmoni sosial dalam masyarakat multikultural.
Indonesia tentu memiliki konteks berbeda, namun pelajaran dari negara OECD tersebut jelas
relevan. Pertama, mutu guru adalah faktor kunci. Hampir semua negara dengan skor tinggi di
OECD menempatkan profesi guru sebagai karier bergengsi yang didukung dengan seleksi
ketat, pelatihan berkelanjutan, dan kesejahteraan yang memadai. Kedua, literasi dan
numerasi tidak diperlakukan sebagai beban kurikulum, melainkan sebagai kompetensi inti
yang terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran. Ketiga, evaluasi pendidikan selalu dikaitkan
dengan penguatan sistem, bukan menyalahkan individu guru atau siswa.
Indonesia dengan RPJPN 2025–2045 telah merumuskan target peningkatan literasi membaca
dari 62,89 menjadi 75,73, serta numerasi dari 54,36 menjadi 68,72. Jika dibandingkan dengan
rerata OECD yang berada di kisaran 500 untuk skor PISA, maka tantangan Indonesia adalah
mempercepat laju peningkatan secara konsisten dalam dua dekade ke depan. Lemhannas RI
berperan memastikan bahwa target tersebut tidak dilihat sekadar sebagai angka teknis,
melainkan sebagai indikator strategis ketahanan nasional. Bangsa yang literasinya rendah
akan mudah terjebak dalam polarisasi informasi, manipulasi ideologi, serta stagnasi
produktivitas ekonomi. Sebaliknya, bangsa dengan literasi dan numerasi tinggi akan lebih
adaptif menghadapi krisis, lebih kreatif dalam inovasi, serta lebih kuat menjaga persatuan.
Perbandingan internasional ini juga mengingatkan bahwa keberhasilan meningkatkan literasi
dan numerasi tidak hanya ditentukan oleh sistem pendidikan, tetapi juga oleh ekosistem
sosial, ekonomi, dan politik. Negara-negara OECD yang unggul biasanya memiliki budaya
membaca yang tinggi, infrastruktur digital yang merata, serta masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Lemhannas RI
menggarisbawahi bahwa pembangunan literasi dan numerasi harus diiringi dengan
penguatan budaya riset, peningkatan akses teknologi, serta pemberdayaan masyarakat sipil.
Dengan pendekatan Astagatra, literasi dan numerasi bukan hanya instrumen pendidikan,
tetapi juga modal untuk memperkuat pilar ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan, dan keamanan bangsa.

10

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Jika Indonesia mampu mengejar target RPJPN dan mendekati standar OECD, maka generasi
muda kita akan lebih siap menghadapi era digital, lebih kritis dalam menilai informasi, dan
lebih produktif dalam dunia kerja. Pada titik itu, literasi dan numerasi bukan sekadar
keterampilan dasar, melainkan identitas bangsa yang tangguh, cerdas, dan unggul di tengah
pergaulan dunia. Dengan demikian, perbandingan dengan negara-negara OECD bukan untuk
merendahkan diri, tetapi untuk menyadarkan bahwa jalan menuju Indonesia Emas 2045
memerlukan keseriusan, konsistensi, dan kepemimpinan strategis yang teguh berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.

2.3 Memperpanjang Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah
Memperpanjang rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah adalah salah satu strategi
fundamental yang dirumuskan dalam RPJPN 2025–2045 dan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 59 Tahun 2024. Target peningkatan rata-rata lama sekolah dari 9,33 tahun pada 2025
menjadi 12 tahun pada 2045, serta harapan lama sekolah dari 13,32 tahun menjadi 14,81
tahun, bukan sekadar capaian statistik, melainkan sebuah perjuangan kebangsaan untuk
memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan belajar yang lebih panjang,
lebih bermakna, dan lebih berdaya guna. Pendidikan adalah instrumen utama dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, memperpanjang masa belajar tidak hanya dimaknai sebagai indikator
pembangunan manusia, tetapi juga sebagai strategi ketahanan nasional yang menjamin
keberlanjutan pembangunan.
Lemhannas RI menekankan bahwa pendidikan sepanjang hayat adalah pilar penting dalam
menjaga kedaulatan bangsa. Dalam perspektif ketahanan nasional, akses pendidikan yang
merata memperkokoh kohesi sosial, mempersempit kesenjangan, dan memperluas basis
kepemimpinan masa depan. Dengan memperpanjang lama sekolah, bangsa Indonesia
berkomitmen untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi
juga matang dalam karakter kebangsaan. Pendidikan inklusif menjadi instrumen integrasi
nasional, karena di dalam ruang kelas yang merata dan adil, setiap anak bangsa—tanpa
memandang latar belakang sosial, ekonomi, agama, atau etnis—belajar bersama sebagai
warga negara yang setara.
Pengalaman internasional memperkuat argumen ini. UNESCO dalam Global Education
Monitoring Report menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah di negara maju telah mencapai
lebih dari 12 tahun, sementara harapan lama sekolah mendekati 16–17 tahun. Negara-negara
anggota OECD secara konsisten menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama
pembangunan. Korea Selatan, misalnya, berhasil meningkatkan rata-rata lama sekolah dari 8
tahun pada 1970-an menjadi lebih dari 12 tahun pada awal abad ke-21, yang berkontribusi
besar pada lompatan ekonomi dan sosial negara tersebut. Finlandia, dengan sistem
pendidikan egaliternya, memastikan setiap anak mendapatkan kesempatan belajar yang sama
tanpa diskriminasi, sehingga kohesi sosial tetap terjaga. Indonesia harus belajar dari praktik
terbaik ini, dengan menempatkan pemerataan akses pendidikan sebagai inti dari strategi
nasional.
Peningkatan rata-rata lama sekolah di Indonesia menuntut kebijakan yang sistematis dan
berkesinambungan. Pertama, perluasan akses pendidikan menengah harus diprioritaskan,
agar setiap lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Kedua,
pembangunan infrastruktur pendidikan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) harus

11

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
dipercepat untuk menghapus ketimpangan spasial. Ketiga, perluasan program beasiswa dan
bantuan sosial harus diarahkan agar anak-anak dari keluarga miskin tidak putus sekolah.
Keempat, pendidikan vokasi dan keterampilan harus diperkaya agar peserta didik tidak hanya
berlama-lama di sekolah, tetapi juga memperoleh kompetensi yang relevan dengan pasar
kerja.
Lemhannas RI melihat kebijakan ini dalam kerangka Astagatra. Dari sisi trigatra, peningkatan
lama sekolah berhubungan dengan demografi: bonus demografi hanya akan menjadi berkah
jika anak-anak usia produktif memperoleh pendidikan cukup untuk bersaing di pasar global.
Dari sisi pancagatra, pendidikan memperkuat ideologi melalui internalisasi nilai Pancasila,
memperkokoh sistem politik melalui literasi demokrasi, mendukung pembangunan ekonomi
melalui tenaga kerja berketerampilan, memperkuat sosial budaya melalui kesetaraan dan
toleransi, serta mendukung pertahanan dan keamanan melalui kesadaran bela negara.
Dengan demikian, memperpanjang lama sekolah adalah strategi komprehensif yang
menyentuh seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan sepanjang hayat juga harus dipahami bukan hanya dalam arti formal di bangku
sekolah, tetapi juga melalui pendidikan nonformal dan informal. Kursus, pelatihan, pendidikan
komunitas, hingga pembelajaran berbasis digital adalah instrumen untuk memastikan bahwa
masyarakat terus belajar seiring perubahan zaman. Konsep lifelong learning yang diadopsi
UNESCO harus menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Lemhannas RI menekankan
bahwa masyarakat yang terus belajar akan lebih resilien terhadap krisis, lebih adaptif
menghadapi perubahan, dan lebih inovatif dalam mencari solusi.
Perjuangan memperpanjang rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah adalah bentuk
heroisme modern. Jika dahulu para pahlawan mengangkat senjata untuk merebut
kemerdekaan, maka kini guru, dosen, pembuat kebijakan, dan masyarakat berjuang dengan
pena, buku, dan ruang kelas. Inilah jihad intelektual yang menentukan masa depan bangsa.
Setiap tambahan tahun sekolah berarti tambahan kekuatan bagi bangsa ini dalam
menghadapi tantangan global.
Peningkatan rata-rata lama sekolah juga erat kaitannya dengan inklusi sosial. Ketika akses
pendidikan diperluas, maka anak-anak dari kelompok marginal seperti perempuan,
penyandang disabilitas, dan masyarakat adat memperoleh kesempatan yang sama untuk
mengembangkan diri. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),
terutama target nomor 4 tentang pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkeadilan.
Dengan pendidikan yang inklusif, bangsa Indonesia memperkokoh persatuan sekaligus
memastikan tidak ada satu pun warga negara yang tertinggal dalam arus pembangunan.
Kebijakan memperpanjang lama sekolah juga berkontribusi pada pembangunan ekonomi.
Bank Dunia mencatat bahwa setiap tambahan satu tahun pendidikan rata-rata dapat
meningkatkan pendapatan individu sebesar 8–10 persen. Dengan demikian, jika rata-rata
lama sekolah di Indonesia meningkat hingga 12 tahun, maka potensi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang akan semakin besar. Ini sejalan dengan arah RPJPN yang menargetkan
Indonesia masuk ke jajaran negara berpendapatan tinggi pada 2045.
Untuk mempertegas arah kebijakan, berikut tabel indikator rata-rata lama sekolah dan
harapan lama sekolah sesuai dengan RPJPN 2025–2045:

12

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Tabel 11
Memperpanjang Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah
No Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,33 12,00
2. Harapan Lama Sekolah (tahun) 13,32 14,81
3. Angka Partisipasi Murni SMP (%) 85 95
4. Angka Partisipasi Murni SMA (%) 80 93
5. Angka Partisipasi Perguruan Tinggi (%) 39 61
6. Rasio Gender dalam Pendidikan (Indeks) 0,99 1,00
Sumber: RPJPN 2025–2045, diolah

Tabel ini menunjukkan bahwa peningkatan lama sekolah tidak berdiri sendiri, melainkan
terkait erat dengan indikator partisipasi pendidikan di semua jenjang, serta prinsip kesetaraan
gender. Lemhannas RI menegaskan bahwa memastikan anak-anak perempuan mendapatkan
kesempatan yang sama dengan anak laki-laki adalah syarat mutlak untuk mencapai kohesi
sosial dan keadilan.
Dengan demikian, memperpanjang rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah bukan
sekadar agenda teknis pendidikan, tetapi merupakan strategi kebangsaan. Pendidikan adalah
instrumen untuk memperkuat ketahanan nasional, memperluas basis kepemimpinan, dan
memastikan bahwa bangsa Indonesia mampu berdiri tegak di tengah percaturan global.
Dengan kepemimpinan strategis yang ditempa di Lemhannas RI, bangsa ini dapat menjadikan
pendidikan sebagai instrumen peradaban sekaligus benteng pertahanan.
Perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 adalah perjalanan panjang yang membutuhkan
keteguhan, keberanian, dan kerja keras. Setiap anak yang tetap bersekolah, setiap guru yang
mendidik dengan sepenuh hati, setiap kebijakan yang membuka akses pendidikan lebih luas,
adalah bagian dari perjuangan heroik bangsa. Dengan memperpanjang rata-rata lama sekolah
dan harapan lama sekolah, Indonesia sedang menyiapkan generasi emas yang bukan hanya
cerdas secara akademis, tetapi juga tangguh dalam menjaga persatuan dan martabat bangsa.
Inilah investasi terbesar kita: manusia Indonesia yang unggul, berkarakter, dan siap membawa
negeri ini menuju kejayaan.

2.4 Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi
Meningkatkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi adalah salah satu agenda besar dalam
RPJPN 2025–2045 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024.
Pendidikan tinggi diposisikan bukan hanya sebagai jenjang lanjut dari pendidikan menengah,
melainkan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kepemimpinan
nasional. Target kenaikan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi dari 33,94 persen
pada 2025 menjadi 60 persen pada 2045 adalah strategi besar bangsa untuk menyiapkan
sumber daya manusia unggul yang mampu menjawab tantangan abad ke-21. Dalam kerangka
ketahanan nasional, Lemhannas RI memandang pendidikan tinggi sebagai kawah
candradimuka tempat generasi muda ditempa bukan hanya dengan ilmu akademik, tetapi

13

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
juga dengan nilai kebangsaan, karakter kepemimpinan, dan kesiapan menghadapi dinamika
global.
Meningkatkan APK pendidikan tinggi berarti membuka lebih banyak akses bagi generasi muda
untuk melanjutkan pendidikan setelah tingkat menengah. Hal ini bukan semata angka
statistik, tetapi simbol keadilan sosial dan kesempatan yang merata bagi semua anak bangsa.
Pendidikan tinggi harus diakses oleh mereka yang tinggal di kota maupun desa, di Jawa
maupun luar Jawa, di pusat maupun daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Dengan
demikian, APK 60 persen pada 2045 bukan hanya mencerminkan peningkatan jumlah
mahasiswa, tetapi juga pemerataan kesempatan belajar yang akan memperkokoh integrasi
nasional. Lemhannas RI mendorong agar kebijakan perluasan akses ini diperkuat melalui
beasiswa, subsidi pendidikan, serta pembangunan dan pemerataan kualitas kampus di
seluruh wilayah Indonesia.
Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan dalam meningkatkan APK
pendidikan tinggi sangat berkaitan dengan daya saing bangsa. Data OECD menunjukkan
bahwa negara-negara dengan APK pendidikan tinggi di atas 60 persen, seperti Korea Selatan,
Kanada, dan Finlandia, memiliki tingkat inovasi tinggi, produktivitas ekonomi yang kuat, serta
stabilitas sosial yang lebih baik. Korea Selatan, misalnya, berhasil mengubah dirinya dari
negara berkembang menjadi salah satu pusat teknologi dunia melalui peningkatan besar-
besaran pada akses pendidikan tinggi pada akhir abad ke-20. Kanada menempatkan
pendidikan tinggi sebagai hak dasar yang didukung oleh beasiswa dan sistem jaminan
pendidikan yang kuat. Finlandia menekankan kesetaraan dan kualitas dalam pendidikan tinggi,
sehingga melahirkan masyarakat yang literat, kritis, dan inovatif. Indonesia, dengan target 60
persen APK pada 2045, sedang berupaya menempatkan dirinya dalam jalur yang sama menuju
negara maju yang berbasis pengetahuan.
Namun, peningkatan APK tidak boleh diartikan hanya sebagai penambahan jumlah mahasiswa
tanpa kualitas. Pendidikan tinggi yang berkualitas harus menghasilkan lulusan yang tidak
hanya memiliki ijazah, tetapi juga kompetensi akademik, keterampilan praktis, serta
kepemimpinan yang tangguh. Lemhannas RI menekankan pentingnya orientasi pendidikan
tinggi untuk membentuk agen perubahan. Mahasiswa bukan hanya penerima pengetahuan,
tetapi juga peneliti, inovator, pemimpin komunitas, dan penjaga nilai kebangsaan. Mereka
harus mampu berkontribusi dalam pembangunan nasional sekaligus bersaing dalam
percaturan global.
Dalam kerangka Astagatra, pendidikan tinggi menyentuh semua aspek kehidupan berbangsa.
Dari sisi trigatra, peningkatan APK terkait dengan pengelolaan demografi: bonus demografi
yang dimiliki Indonesia hanya akan menjadi berkah bila generasi muda memperoleh akses luas
ke pendidikan tinggi. Dari sisi pancagatra, pendidikan tinggi memperkuat ideologi dengan
menginternalisasi nilai Pancasila dalam ruang akademik, memperkuat politik melalui literasi
demokrasi, memperkokoh ekonomi melalui inovasi dan teknologi, memperkaya sosial budaya
dengan toleransi dan keberagaman, serta memperkuat pertahanan dan keamanan dengan
meningkatkan kesadaran bela negara. Pendidikan tinggi yang berkualitas akan melahirkan
pemimpin strategis yang mampu mengelola negara dengan bijaksana, adil, dan visioner.
Lemhannas RI menempatkan pendidikan tinggi sebagai kawah candradimuka kepemimpinan
nasional. Melalui kajian strategis, Lemhannas mendorong kebijakan yang menekankan
pentingnya pendidikan tinggi sebagai arena membangun karakter bangsa. Kebijakan
peningkatan APK harus diintegrasikan dengan strategi ketahanan nasional agar perguruan

14

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
tinggi tidak tercerabut dari misi kebangsaan. Kampus harus menjadi tempat melahirkan insan-
insan yang resilien terhadap tantangan global, berdaya saing tinggi di pasar kerja
internasional, namun tetap berpijak pada nilai nasionalisme yang kokoh.
Strategi kebijakan untuk mencapai target APK 60 persen mencakup berbagai dimensi.
Pertama, memperluas pembangunan infrastruktur pendidikan tinggi, terutama di wilayah luar
Jawa. Kedua, memperkuat program beasiswa nasional agar anak-anak dari keluarga miskin
dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Ketiga, meningkatkan mutu dosen dan tenaga
kependidikan agar kualitas pembelajaran setara dengan standar global. Keempat, mendorong
kerja sama antara perguruan tinggi dengan dunia usaha dan industri untuk memastikan
relevansi kurikulum dengan kebutuhan pasar kerja. Kelima, memperkuat penelitian dan
inovasi di kampus agar lulusan tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta
lapangan kerja.
Peningkatan APK pendidikan tinggi juga berimplikasi besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bank Dunia menunjukkan bahwa setiap tambahan tahun pendidikan dapat meningkatkan
produktivitas individu sebesar 8–10 persen. Dengan lebih banyak mahasiswa yang
mengenyam pendidikan tinggi, maka semakin besar pula peluang lahirnya tenaga kerja
berkualitas, inovator, dan wirausaha yang akan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia.
Hal ini sejalan dengan sasaran RPJPN yang menargetkan Indonesia menjadi negara
berpendapatan tinggi pada 2045.
Untuk mempertegas arah kebijakan, berikut tabel indikator APK pendidikan tinggi sesuai
dengan RPJPN 2025–2045 dan penguatan akademik dari berbagai sumber internasional:
Tabel 12
Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi
No. Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (%) 33,94 60,00
2. Persentase Perguruan Tinggi Terakreditasi A/B (%) 65 95
3. Rasio Mahasiswa-Dosen 30:1 20:1
4. Persentase Mahasiswa Penerima Beasiswa (%) 22 40
5. Jumlah Publikasi Ilmiah Internasional per 1 Juta
Penduduk
150 600
6. Persentase Lulusan Bekerja Sesuai Bidang dalam 1 Tahun
(%)
55 80
Sumber: RPJPN 2025–2045, diolah

Tabel ini memperlihatkan bahwa APK pendidikan tinggi bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga
kualitas. Rasio mahasiswa-dosen, mutu akreditasi, jumlah publikasi ilmiah, serta relevansi
lulusan dengan pasar kerja adalah indikator penting untuk memastikan bahwa pendidikan
tinggi benar-benar menjadi motor penggerak pembangunan nasional.
Dengan demikian, peningkatan APK pendidikan tinggi adalah perjuangan kebangsaan. Ia
membutuhkan sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, masyarakat sipil,
dan seluruh komponen bangsa. Lemhannas RI mengingatkan bahwa universitas bukan hanya

15

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
pabrik ijazah, tetapi benteng kebangsaan. Di sana, generasi muda ditempa dengan ilmu, nilai,
dan karakter. Mereka adalah agen perubahan yang kelak akan mengisi ruang-ruang strategis
pemerintahan, dunia usaha, masyarakat sipil, hingga forum internasional.
Perjalanan menuju target APK 60 persen adalah perjalanan heroik yang menuntut ketekunan,
keberanian, dan komitmen nasional. Setiap mahasiswa yang berhasil kuliah, setiap dosen yang
mengajar dengan dedikasi, setiap kampus yang memperbaiki mutu, adalah bagian dari
perjuangan kolektif bangsa. Dengan memperkuat pendidikan tinggi, Indonesia sedang
menyiapkan generasi emas yang akan menjadi pemimpin global, menjaga kehormatan
bangsa, dan memastikan cita-cita Indonesia Emas 2045 terwujud.

2.5 Kesesuaian Lulusan dengan Pasar Kerja Strategis
Kesesuaian lulusan dengan pasar kerja strategis merupakan isu vital yang tidak hanya
berdampak pada produktivitas ekonomi, tetapi juga pada kemandirian dan ketahanan bangsa.
RPJPN 2025–2045 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024
menargetkan peningkatan persentase pekerja lulusan menengah dan tinggi yang bekerja di
bidang keahlian menengah–tinggi dari 66,78 persen pada 2025 menjadi 75 persen pada 2045.
Target ini adalah bagian dari upaya menyatukan pendidikan, vokasi, industri, dan teknologi ke
dalam satu kesatuan sistem pembangunan manusia. Lemhannas RI menegaskan bahwa link
and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja harus ditempatkan dalam kerangka
ketahanan nasional, karena ketidaksesuaian akan melahirkan pengangguran terdidik, frustrasi
sosial, dan lemahnya daya saing global. Sebaliknya, kesesuaian yang kuat akan melahirkan
tenaga kerja yang terampil, produktif, dan berdaya saing tinggi, yang menjadi garda depan
dalam menjaga kemandirian ekonomi nasional.
Tantangan besar Indonesia adalah memutus rantai pengangguran terdidik akibat jurang
antara output pendidikan dan kebutuhan industri. Data BPS menunjukkan bahwa angka
pengangguran terbuka lulusan SMK masih menjadi yang tertinggi di antara jenjang pendidikan
lain. Ini menandakan adanya gap serius dalam sistem vokasi kita. Oleh karena itu, RPJPN
mengarahkan agar program vokasi bermitra dengan industri hingga 90 persen pada 2045. Di
sinilah Lemhannas RI mengambil peran strategis untuk memastikan bahwa reformasi
pendidikan vokasi tidak hanya teknis, tetapi juga berdimensi geopolitik, ekonomi, sosial, dan
ideologi. Pendidikan vokasi bukan hanya melatih keterampilan kerja, tetapi juga membentuk
karakter nasional yang resilien dan siap berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Studi kasus dari Jerman memberikan inspirasi konkret. Jerman dikenal dengan dual system
vocational training, di mana siswa tidak hanya belajar di ruang kelas tetapi juga bekerja
langsung di industri. Sistem ini melibatkan perusahaan, sekolah, dan pemerintah dalam
sebuah kemitraan erat. Sekitar dua pertiga remaja Jerman mengikuti jalur pendidikan vokasi
yang terintegrasi dengan dunia kerja. Dengan sistem ini, Jerman memiliki salah satu tingkat
pengangguran pemuda terendah di Eropa, sekitar 6 persen (Eurostat, 2022), jauh lebih rendah
dibanding rata-rata Uni Eropa. Keunggulan sistem vokasi Jerman terletak pada orientasi
praktis, sertifikasi kompetensi yang jelas, serta keterlibatan kuat dunia usaha dalam
mendesain kurikulum. Bagi Indonesia, pembelajaran dari Jerman menegaskan pentingnya
kemitraan formal antara sekolah vokasi, universitas, dan industri agar lulusan tidak hanya
menguasai teori tetapi juga siap pakai di pasar kerja.

16

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Korea Selatan adalah studi kasus lain yang sangat relevan. Pada dekade 1960-an, Korea Selatan
masih berstatus negara miskin dengan tingkat pendidikan rendah. Namun, melalui reformasi
besar-besaran dalam sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, Korea mampu melompat
menjadi salah satu negara dengan ekonomi berbasis teknologi paling maju di dunia.
Pemerintah Korea Selatan mendirikan meister high schools yang berfokus pada keterampilan
teknis sesuai kebutuhan industri strategis, seperti semikonduktor, otomotif, dan teknologi
informasi. Lulusan sekolah-sekolah ini langsung diserap oleh perusahaan besar seperti
Samsung, Hyundai, dan LG. Sistem pendidikan vokasi Korea juga menekankan kedisiplinan,
etos kerja tinggi, serta inovasi. Kini, lebih dari 70 persen pekerja muda di Korea Selatan bekerja
sesuai bidang studinya, mencerminkan kesesuaian yang sangat tinggi antara pendidikan dan
pasar kerja. Indonesia dapat belajar dari Korea Selatan tentang pentingnya keberpihakan
negara dalam mengarahkan pendidikan vokasi ke sektor strategis yang mendukung
industrialisasi dan daya saing global.
Dua studi kasus tersebut menegaskan bahwa kesesuaian lulusan dengan pasar kerja tidak
tercapai hanya dengan reformasi kurikulum, melainkan membutuhkan desain ekosistem yang
menyeluruh. Dunia industri harus aktif berpartisipasi, pemerintah harus memberikan insentif,
dan lembaga pendidikan harus fleksibel serta inovatif. Indonesia, melalui RPJPN, telah
menggariskan strategi ini dengan target konkret, namun peran Lemhannas RI adalah
memastikan bahwa link and match tersebut menjadi bagian dari strategi ketahanan nasional.
Artinya, setiap program vokasi harus dirancang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, tetapi juga untuk memperkuat kedaulatan bangsa dalam rantai pasok global,
mengurangi ketergantungan tenaga kerja asing, serta membentuk generasi pekerja yang
tangguh secara ideologi dan budaya.
Untuk memperjelas arah kebijakan, berikut tabel indikator kesesuaian lulusan dengan pasar
kerja strategis sesuai RPJPN 2025–2045:
Tabel 13
Kesesuaian Lulusan dengan Pasar Kerja Strategis
No. Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Persentase pekerja lulusan menengah & tinggi bekerja di
bidang keahlian menengah–tinggi (%)
66,78 75,00
2. Tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK (%) 7,0 3,5
3. Persentase program vokasi yang bermitra dengan industri
(%)
45 90
4. Persentase perusahaan yang melaksanakan pelatihan
tenaga kerja (%)
35 70
5. Rasio lulusan bekerja sesuai bidang studi (%) 55 80
6. Persentase kontribusi tenaga kerja terampil terhadap PDB
(%)
50 65
Sumber: RPJPN 2025–2045

Tabel ini memperlihatkan bahwa kesesuaian lulusan bukan hanya soal angka pekerja, tetapi
juga menekan pengangguran lulusan SMK, memperluas kemitraan industri, meningkatkan

17

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
pelatihan tenaga kerja, dan memastikan kontribusi nyata tenaga kerja terampil terhadap PDB
nasional.
Dengan target ini, Indonesia tidak hanya mengejar angka, tetapi sedang membangun
peradaban baru berbasis ilmu, keterampilan, dan kebangsaan. Lemhannas RI mengingatkan
bahwa tenaga kerja yang sesuai dengan bidangnya adalah patriot yang mengabdi melalui kerja
produktif, inovatif, dan berlandaskan Pancasila. Mereka adalah agen perubahan yang
membawa Indonesia sejajar dengan bangsa maju.
Perjalanan menuju target 75 persen pada 2045 adalah perjalanan heroik. Ia membutuhkan
komitmen nasional, keberanian politik, kepemimpinan strategis, dan sinergi semua pihak.
Guru vokasi, dosen politeknik, instruktur industri, hingga pembuat kebijakan adalah garda
terdepan dalam medan juang ini. Dengan meneladani praktik terbaik dari Jerman dan Korea
Selatan, serta menyesuaikannya dengan konteks Indonesia, maka target kesesuaian lulusan
dengan pasar kerja strategis bukanlah angan-angan, melainkan keniscayaan sejarah.
Pada saat bangsa ini mencapai target itu, Indonesia akan memiliki tenaga kerja yang bukan
hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga siap bersaing di panggung global. Itulah
syarat mutlak untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045: bangsa yang mandiri, berdaulat,
berdaya saing, dan bermartabat di mata dunia.
Kesesuaian lulusan dengan pasar kerja strategis bukan hanya soal konsep, tetapi juga dapat
dibuktikan secara kuantitatif melalui data penyerapan tenaga kerja lulusan vokasi di berbagai
negara. Di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka
(TPT) lulusan SMK pada 2022 masih sekitar 8,6 persen, yang berarti jauh lebih tinggi dibanding
rata-rata TPT nasional di kisaran 5,8 persen. Bahkan, laporan BPS 2023 menunjukkan bahwa
sekitar 40 persen lulusan SMK bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan keahlian yang
dipelajari. Angka ini menggambarkan gap besar antara dunia pendidikan vokasi dengan
kebutuhan pasar kerja. Inilah yang menjadi dasar penetapan target RPJPN untuk menaikkan
kesesuaian lulusan hingga 75 persen pada 2045.

2.6 Lemhannas RI dan Pendidikan sebagai Pilar Indonesia Emas 2045
Lemhannas RI menempatkan pendidikan sebagai inti dari strategi kebangsaan, sebuah pilar
yang menopang seluruh cita-cita bangsa untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Undang-
Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang RPJPN 2025–2045 menegaskan bahwa transformasi
sosial, ekonomi, tata kelola, dan ketahanan bangsa tidak dapat terwujud tanpa pendidikan
yang merata, berkualitas, dan berdaya saing global. Seluruh indikator pendidikan yang telah
ditetapkan—mulai dari peningkatan skor PISA, capaian asesmen nasional, perpanjangan rata-
rata lama sekolah, peningkatan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi, hingga kesesuaian
lulusan dengan pasar kerja strategis—merupakan kompas yang menentukan sejauh mana
bangsa ini siap melangkah menuju seratus tahun kemerdekaan. Lemhannas RI berperan untuk
memastikan bahwa pendidikan bukan sekadar proses teknokratis, tetapi juga instrumen
ketahanan nasional yang memelihara karakter kebangsaan, menguatkan persatuan, dan
melahirkan pemimpin visioner.
Dalam perspektif Lemhannas RI, pendidikan adalah arena strategis tempat nilai Pancasila,
UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika diinternalisasikan dalam jiwa generasi muda. Skor
PISA yang ditargetkan meningkat hingga mendekati standar OECD (485–490) bukan hanya
ukuran akademik, melainkan simbol daya saing bangsa dalam percaturan global. Asesmen

18

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
nasional yang menargetkan peningkatan literasi dan numerasi adalah benteng agar generasi
Indonesia tidak terseret dalam arus disinformasi dan radikalisme, melainkan tumbuh sebagai
warga negara kritis yang resilien. Rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah yang
diperpanjang adalah jaminan bahwa seluruh anak bangsa memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan diri, memperkokoh inklusi sosial, dan memperluas basis kepemimpinan.
Angka partisipasi kasar pendidikan tinggi yang ditargetkan mencapai 60 persen pada 2045
adalah cermin keseriusan bangsa melahirkan tenaga profesional, teknokrat, dan ilmuwan
yang akan mengisi ruang-ruang strategis pembangunan nasional. Sementara kesesuaian
lulusan dengan pasar kerja strategis menegaskan bahwa pendidikan harus menjawab
kebutuhan nyata pembangunan dan memperkuat produktivitas ekonomi.
Pendidikan dengan demikian tidak hanya mencetak lulusan, tetapi membentuk peradaban.
Lemhannas RI melalui pendidikan kepemimpinan, program pengkajian, dan diplomasi
akademik memastikan bahwa pendidikan menjadi instrumen strategis ketahanan nasional.
Program-program seperti P4N, P3N, dan PPNK adalah kawah candradimuka di mana para
pemimpin ditempa bukan hanya dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga dengan wawasan
kebangsaan dan ketangguhan menghadapi tantangan global. Dalam forum pengkajian,
Lemhannas RI menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis riset untuk memastikan
pendidikan tidak tercerabut dari tujuan nasional. Sementara melalui diplomasi akademik,
Lemhannas RI memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan pendidikan dan kepemimpinan
internasional, membuktikan bahwa bangsa ini mampu berdialog setara dengan negara maju
dalam isu-isu strategis.
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa negara maju selalu menempatkan pendidikan
sebagai pilar utama pembangunan. OECD mencatat bahwa negara-negara dengan skor PISA
tinggi seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan bukan hanya unggul dalam akademik,
tetapi juga dalam inovasi, produktivitas, dan stabilitas sosial. UNESCO menegaskan bahwa
perpanjangan lama sekolah berkorelasi langsung dengan peningkatan indeks pembangunan
manusia. Bank Dunia menunjukkan bahwa setiap tambahan satu tahun pendidikan dapat
meningkatkan pendapatan individu sebesar 8–10 persen. Lemhannas RI memandang bahwa
data empiris ini sejalan dengan arah RPJPN 2025–2045: jika Indonesia konsisten memperkuat
pendidikan, maka seluruh indikator pembangunan—ekonomi, sosial, politik, hingga
pertahanan—akan bergerak maju secara sinergis.
Namun, tantangan Indonesia juga besar. Disparitas kualitas pendidikan antarwilayah,
kesenjangan akses di daerah 3T, rendahnya budaya literasi, serta lemahnya link and match
pendidikan dengan pasar kerja masih menjadi persoalan serius. Lemhannas RI melihat bahwa
persoalan ini bukan hanya teknis, tetapi strategis. Jika dibiarkan, ia berpotensi melemahkan
kohesi sosial, menurunkan daya saing, bahkan mengancam ketahanan nasional. Oleh karena
itu, Lemhannas menekankan pentingnya pendekatan Astagatra dalam pembangunan
pendidikan. Dari sisi trigatra, pendidikan menentukan bagaimana demografi dimanfaatkan
sebagai bonus, bagaimana geografi yang luas disatukan melalui akses merata, dan bagaimana
sumber kekayaan alam dikelola melalui SDM unggul. Dari sisi pancagatra, pendidikan
menentukan kualitas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan bangsa.
RPJPN menempatkan pendidikan dalam kerangka transformasi sosial sebagai fondasi dari
delapan misi pembangunan nasional. Dengan pendidikan berkualitas, transformasi ekonomi
akan melahirkan inovasi dan produktivitas. Dengan pendidikan inklusif, transformasi tata
kelola akan lebih transparan dan akuntabel. Dengan pendidikan yang selaras dengan

19

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
kebutuhan pasar, supremasi hukum dan kepemimpinan Indonesia akan semakin kokoh.
Dengan pendidikan yang memperkuat karakter, ketahanan sosial budaya dan ekologi akan
lebih tangguh. Dengan pendidikan yang merata, pembangunan kewilayahan menjadi lebih
adil. Dengan pendidikan berwawasan lingkungan, sarana prasarana dapat dikelola lebih
berkelanjutan. Dan dengan pendidikan sepanjang hayat, kesinambungan pembangunan dapat
dijaga lintas generasi.
Lemhannas RI memastikan bahwa seluruh indikator pendidikan yang ditetapkan dalam RPJPN
dijalankan dalam koridor kebangsaan. Ini berarti bahwa setiap peningkatan skor PISA,
asesmen nasional, APK, dan kesesuaian lulusan bukanlah sekadar angka, tetapi representasi
perjuangan bangsa menuju kemandirian dan kejayaan. Pendidikan yang berhasil tidak hanya
mencetak sarjana, insinyur, atau ilmuwan, tetapi juga membentuk patriot yang berjiwa besar,
berwawasan nusantara, dan siap menjaga keutuhan NKRI. Inilah visi pendidikan sebagai pilar
Indonesia Emas 2045.
Untuk memperkuat narasi akademik, berikut tabel indikator strategis pendidikan dalam RPJPN
2025–2045:
Tabel 14
Indikator Pendidikan dalam RPJPN 2025–2045
No Indikator Baseline 2025 Sasaran 2045
1. Rata-rata nilai PISA Membaca 396 485
2. Rata-rata nilai Asesmen Nasional Literasi Membaca 62,89 75,73
3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,33 12,00
4. Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (%) 33,94 60,00
5. Persentase Lulusan Sesuai Bidang Keahlian (%) 66,78 75,00
6. Harapan Lama Sekolah (tahun) 13,32 14,81
Sumber: RPJPN 2025–2045, diolah

Tabel ini menunjukkan bahwa pendidikan mencakup berbagai dimensi: kualitas hasil belajar,
pemerataan akses, relevansi dengan pasar kerja, dan perluasan kesempatan sepanjang hayat.
Semua dimensi ini adalah fondasi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Lemhannas RI
dengan mandatnya memastikan bahwa indikator-indikator tersebut tidak hanya dipantau,
tetapi juga dijaga agar sejalan dengan tujuan kebangsaan.
Pendidikan sebagai pilar Indonesia Emas 2045 adalah medan juang kebangsaan. Guru, dosen,
peneliti, instruktur, birokrat, dan mahasiswa adalah pejuang intelektual yang memikul
tanggung jawab besar. Mereka tidak mengangkat senjata, tetapi pena, buku, riset, dan
kebijakan. Mereka berjuang bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk generasi mendatang.
Lemhannas RI menegaskan bahwa perjuangan ini adalah bentuk heroisme abad ke-21, di
mana keberanian diukur dari kemampuan membangun SDM unggul, ketekunan
mencerdaskan bangsa, dan kesetiaan menjaga nilai kebangsaan.
Dengan konsistensi, sinergi, dan kepemimpinan visioner, pendidikan akan benar-benar
menjadi pilar ketahanan nasional. Setiap skor PISA yang meningkat, setiap anak yang
menambah tahun sekolahnya, setiap mahasiswa baru yang masuk perguruan tinggi, setiap

20

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
lulusan yang bekerja sesuai bidangnya, adalah kemenangan kecil yang jika dikumpulkan akan
menjadi kemenangan besar bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Di situlah Lemhannas RI
berdiri sebagai penjaga arah, pengawal konsistensi, dan melahirkan pemimpin strategis yang
memastikan bahwa pendidikan selalu berada di jantung perjuangan kebangsaan.

Daftar Pustaka
Ace Hasan Sadzily, et al. (2025). Geopolitik Global: Asta Cita dan Tantangan Mewujudkan
Ketahanan Nasional, IPB Press, https://www.slideshare.net/slideshow/geopolitik-
global-asta-cita-dan-tantangan-mewujudkan-ketahanan-nasional/280541265
Ace Hasan Sadzily, et al. (2025). Ketahanan Nasional Wujudkan Indonesia Maju: Dari
Stabilitas menuju Inovasi Berkelanjutan, Orasi Kebangsaan Rejuvenasi Lemhannas
Pilar Baru Ketahanan Nasional, https://www.slideshare.net/slideshow/ketahanan-
nasional-wujudkan-indonesia-maju-dari-stabilitas-menuju-inovasi-berkelanjutan-
rejuvenasi-lemhannas-pilar-baru-ketahanan-nasional/281010455
Ace Hasan Sadzily, et al. (2025). Rejuvenasi Lemhannas RI guna Mewujudkan Indonesia
Maju. UNJ Press dan Lemhannas Press,
https://www.slideshare.net/slideshow/rejuvenasi-lemhannas-ri-guna-mewujudkan-
indonesia-maju/280529592
Ace Hasan Sadzily, et al. (2025). School of Strategic Leaders, Mencetak Pemimpin Bangsa di
Era Ketidakpastian Global, UNJ Press, https://www.slideshare.net/slideshow/school-
of-strategic-leaders-mencetak-pemimpin-bangsa-di-era-ketidakpastian-global-
ce37/280540946
Dadang Solihin, et al (2025). Generasi Z: Pilar Kepemimpinan Nasional Menuju Indonesia
Emas 2045, https://www.slideshare.net/slideshow/generasi-z-pilar-kepemimpinan-
nasional-menuju-indonesia-emas-2045/283521725
Dadang Solihin, et al (2025). Lemhannas RI Penjaga Visi Bangsa: Strategi Kepemimpinan
Menuju Indonesia Emas 2045, https://www.slideshare.net/slideshow/lemhannas-ri-
penjaga-visi-bangsa-strategi-kepemimpinan-menuju-indonesia-emas-2045-
8187/283876201
Dadang Solihin, et al (2025). Mempersiapkan SDM Unggul: Menyongsong Indonesia Emas
2045, https://www.slideshare.net/slideshow/mempersiapkan-sdm-unggul-
menyongsong-indonesia-emas-2045/283875381
Dadang Solihin, et al (2025). Reaktualisasi Gatra Sosial Budaya: Strategi Kebijakan untuk
Menopang Indonesia Emas 2045,
https://www.slideshare.net/slideshow/reaktualisasi-gatra-sosial-budaya-strategi-
kebijakan-untuk-menopang-indonesia-emas-2045/283444777
Hanushek, E. A., & Woessmann, L. (2020). The Knowledge Capital of Nations: Education and
the Economics of Growth. MIT Press.
OECD. (2023). Education at a Glance 2023: OECD Indicators. OECD Publishing.
Schleicher, A. (2019). World Class: How to Build a 21st-Century School System. OECD
Publishing.

21

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2025–2045.
UNESCO. (2022). Global Education Monitoring Report 2022: Inclusion and Education.
UNESCO Publishing.
World Bank. (2018). Learning to Realize Education’s Promise. World Development Report.

Jakarta, 29 Oktober 2025

Dadang Solihin

22

17 Tujuan Pembangunan 2045
The Series

Tentang Penulis

Sejak awal Januari 2022 Dadang Solihin memperkuat Lemhannas RI
sebagai Tenaga Ahli Profesional (Taprof). Wredatama ini menempuh
pendidikan S1 dan S2 pada Program Studi Ekonomi Pembangunan.
Gelar SE ia peroleh dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik
Parahyangan Bandung (1986), dan gelar MA ia peroleh dari University
of Colorado at Denver, USA (1996). Adapun gelar Doktor Ilmu
Pemerintahan ia peroleh dari FISIP Universitas Padjadjaran Bandung
(2011).
Kariernya sebagai PNS ia tekuni lebih dari 33 tahun. Dimulai dari
Bappenas sejak awal 1988, di mana ia pernah menjadi Direktur selama 7 tahun lebih. Atas
pengabdiannya ini, negara menganugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya
melalui 3 Presiden RI, yaitu dari Presiden Gusdur (2020), Presiden SBY (2009) dan Presiden
Jokowi (2019).
Ia pernah menjadi Rektor PTS Universitas Darma Persada (Unsada) Jakarta Masa Bakti 2015-
2018, dan sempat mendirikan Batalyon Bushido Resimen Mahasiswa Jayakarta. Pangkat
Akademiknya adalah Associate Professor/Lektor Kepala TMT 1 Oktober 2004. Ia juga pernah
menjadi Ketua Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta Masa Bakti 2018-2022.
Jabatan terakhirnya sebagai PNS adalah Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan
Pariwisata sampai memasuki usia pensiun sebagai PNS golongan IV.e TMT 1 Desember 2021.
Di dunia kampus, saat ini ia menjabat sebagai Ketua Senat Akademik Institut STIAMI.
Senior citizen yang setiap hari menikmati perjalanan Bike to Work ini adalah Peserta Terbaik
Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX tahun 2010 yang diselenggarakan oleh
Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI Jakarta dan Peserta Terbaik Program Pendidikan
Reguler Angkatan (PPRA) XLIX tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhannas) RI. Ia dinyatakan Lulus Dengan Pujian serta dianugerahi Penghargaan
Wibawa Seroja Nugraha.
Pada tahun 2019 Dadang Solihin mengikuti Pelatihan Jabatan Fungsional Perencana Tingkat
Utama yang diadakan oleh Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana
(Pusbindiklatren) Kementerian PPN/Bappenas RI bekerjasama dengan Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEB UI).
Ia dinyatakan lulus dengan memperoleh Nilai Terbaik dan Policy Papernya dijadikan standar
nasional dalam Penilaian Kinerja Jabatan Fungsional Perencana yang diatur dalam Peraturan
Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 1 Tahun 2022.